Surabaya – Budaya Indonesia kental akan gotong royong, kebersamaan, dan guyub yang dibalut dengan keramahannya. Hal ini sudah menjadi ikon Indonesia, baik dari Sabang hingga Merauke.
Pemerintah Kota Surabaya melihat budaya tersebut sebagai peluang solusi untuk mengentas kemiskinan kota, didukung dengan asas religius yang kuat di masyarakat menjadi acuan dalam pengonsepan program Kampung Madani.
Kampung Madani memiliki arti peradaban, diartikan sebagai membangun kehidupan yang mandiri di bidang ekonomi, sosial, dan semua bidang dalam kehidupan masyarakat. Dengan demikian, kampung madani dapat diartikan sebagai kampung yang menjalankan kehidupan masyarakat dengan mengedepankan prinsip gotong royong dan kemandirian ekonomi melalui zakat, infak, serta sedekah.
Berangkat dari pengertian madani, Pemerintah Kota Surabaya menggagas ide kampung madani dan kampung pancasila untuk mengentaskan kemiskinan dengan cara menyalurkan bantuan kepada warga yang kurang mampu dari segi ekonomi, dan sosial. Selain subsidi silang dari kampung masing-masing, bantuan juga dibantu oleh 2 (dua) kampung yang telah dinobatkan sebagai kampung pancasila karena telah berhasil menduduki kuadran 4.
“17 lokasi kampung ini adalah kesiapan dari mereka semua, karena sudah berjalan dari 17 kampung ini, orang saling membantu. Jadi ada kampung pancasila yang tidak ada orang miskin ataupun stunting, mereka menyediakan beras yang diberikan ke kampung-kampung yang kurang mampu” ujar Cak Eri dalam wawancaranya saat momen launching kampung madani.
Untuk mewujudkan keberhasilan kampung madani dan kampung pancasila, Pemkot Surabaya melakukan kerjasama dengan Kementerian Agama (Kemenag) Kota Surabaya dan Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Surabaya. Tentunya, Cak Eri memastikan bahwa program ini tidak hanya berlaku bagi umat muslim sebagai kaum mayoritas, namun seluruh agama dan keyakinan tanpa pandang bulu.
“Saya maturnuwun kepada seluruh kampung yang bergerak bersama untuk menciptakan kampung madani. Saya juga maturnuwun kepada Kementerian Agama yang selalu mendampingi, menguatkan dengan keilmuan agama nya untuk kampung- kampung. Insya Allah dengan kekuatan itu di tahun 2026 atau paling cepat tahun depan sudah tidak ada lagi warga Surabaya yang ber-KTP Surabaya menerima bantuan dari tempat lain selain dafi bantuan pergerakan warga Surabaya itu sendiri.” tambahnya.
Sehingga budaya gotong royong, rasa saling memiliki, dan peduli terhadap sesama akan semakin mengakar kuat di Indonesia. Khususnya di Kota Surabaya.